Collector Kartu Kredit BNI Diduga Ancam dan Caci Nasabah Dengan Melanggar Kode Etik Seorang Penagih Hutang

NEWS662 Dilihat

Bogor, 25 Juni 2025 | Seorang warga Ciomas, Bogor berinisial FZ, menjadi korban dugaan tindakan arogan dan dipermalukan oleh sejumlah debt collector yang mengaku sebagai perwakilan pihak eksternal Bank BNI. FZ yang tengah kesulitan ekonomi akibat dampak pandemi COVID-19 dan memiliki tunggakan kartu kredit, didatangi secara intimidatif oleh para penagih utang hingga mengalami tekanan mental.

Kejadian ini berawal dari kredit macet yang dialami FZ sejak usahanya bangkrut tiga tahun lalu. Meski sebelumnya FZ dikenal sebagai nasabah lancar, dampak pandemi membuatnya tidak mampu melanjutkan pembayaran penuh. FZ masih sempat melakukan cicilan beberapa kali meski tak sesuai jumlah tagihan.

Beberapa bulan terakhir, seseorang berinisial YZ mengaku dari Kantor BNI Jakarta datang ke kediaman FZ tanpa menunjukkan identitas resmi. Ia menagih tagihan kartu kredit sebesar lebih dari Rp 66 juta dan terus melakukan pendekatan yang mengarah pada tekanan mental, termasuk melalui ajakan pertemuan di luar rumah, serta komunikasi via WhatsApp dan telepon yang berlangsung hampir setiap hari, hingga mengganggu aktivitasnya.

Tidak hanya itu, pada 12 Juni 2025, YZ bersama dua orang lain yang mengaku sebagai kolektor dari pihak eksternal BNI, untuk membuat/memaksa FZ menandatangani surat pernyataan untuk melunasi tagihan. Karena mengalami tekanan mental, FZ meminta sang istri menulis surat tersebut. Surat itu mengharuskan FZ melunasi hutangnya pada 25 Juni 2025.

Merasa tertekan dan stres akibat intimidasi yang terus menerus, FZ dan istrinya akhirnya mencari bantuan hukum dan perlindungan dengan mendatangi Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) Bogor pada 15 Juni 2025. Ketua LPKNI, Yulwijanarko, menerima kuasa resmi dari FZ untuk membantu menyelesaikan kasus ini secara legal.

Pada 23 Juni 2025, LPKNI mendatangi Kantor Bank BNI di Jakarta untuk mediasi, namun respons yang diterima jauh dari harapan. Perwakilan BNI bagian kartu kredit menjawab dengan nada yang tidak layaknya melayani tamu dengan ramah, “Kalau mau tenang ya lunasi utangnya”, tanpa membuka ruang dialog penyelesaian.

Puncak insiden terjadi pada Rabu, 25 Juni 2025. Tiga debt collector yang sama datang kembali ke rumah FZ dan melakukan intimidasi langsung di depan rumah Fz dengan teriak marah,. Mereka memaki FZ dengan kata-kata kasar, seperti “tidak punya otak”, dan menyebut pihak yang datang pada hari Senin itu“setan”,yang mau mencari keuntungan pribadi,dibilang kuasa hukum nya aja di BNI di Usir,bahkan meremehkan surat kuasa hukum yang sudah diberikan oleh FZ kepada LPKNI.

Ketua LPKNI Bogor, Yulwijanarko, menyatakan kekecewaannya terhadap sikap para debt collector tersebut. Ia menegaskan akan melayangkan surat resmi kepada OJK, manajemen Bank BNI pusat, serta mempertimbangkan upaya hukum melalui gugatan perdata ke pengadilan, yang tadinya mau mediasi baik baik datang ke BNI, setelah melihat rekaman video itu akhirnya kecewa dengan ulah Collector BNI tersebut.

“Kami akan menuntut klarifikasi dari pihak BNI, apakah ini memang bagian dari SOP penagihan mereka? Jika ya, ini sangat berbahaya secara psikologis bagi masyarakat yang tengah mengalami krisis. Ini bukan hanya soal utang, tapi soal perlakuan manusiawi,” tegas Yulwijanarko, yang juga dikenal sebagai Niko.

LPKNI Serukan Evaluasi Nasional terhadap Praktik Penagihan Utang
Kasus ini menambah deretan panjang dugaan pelanggaran etika penagihan utang oleh oknum yang mengatasnamakan bank. LPKNI mendesak agar OJK melakukan investigasi dan menindak tegas praktik penagihan yang tidak sesuai dengan kode etik seorang Collector/penagihan hutang.

“Kami mengingatkan bahwa perlindungan konsumen adalah amanat undang-undang Negara no 8 tahun 1999, bukan pilihan. Jika dibiarkan, kasus seperti ini bisa berujung pada tragedi,” tambah Niko.

LPKNI saat ini telah mendokumentasikan seluruh bukti, termasuk rekaman video dan surat-surat pendukung, untuk menjadi bagian dari laporan resmi yang akan disampaikan kepada regulator dan lembaga hukum terkait.

(Kaperwil: Yj)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *