Nama Anggota Komisi III DPR RI Di Catut, Korban Penipuan Melaporkan ke Anggota Komisi III Tersebut

NEWS35 Dilihat

Jakarta | Nama anggota DPR RI Komisi III, Drs. H. Adang Daradjatun, dicatut dalam dugaan kasus penipuan bermodus surat rekomendasi penerimaan Sekolah Inspektur Polisi (SIP) angkatan ke-45 Gelombang II Tahun 2025. Modus ini diduga dilakukan oleh seorang oknum yang mengaku Tenaga Ahli (TA) Komisi III DPR RI, bernama Elang Elbahar.

Korban menyebut, peristiwa bermula pada Mei 2025. Saat itu, ia bersama dua adiknya tengah berada di kawasan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, ketika dipertemukan dengan Elang Elbahar dan seorang pria lain bernama M. Nasri Samad. Dalam pertemuan itu, Elang mengaku sebagai tenaga ahli anggota DPR RI Komisi III, Drs. H. Adang Daradjatun.

“Elang menawarkan bisa membantu agar adik saya diterima di Sekolah Inspektur Polisi. Ia mengaku memiliki akses langsung ke anggota Komisi III dan bahkan bisa membuat surat rekomendasi resmi atas nama Bapak Adang Daradjatun,” ujar korban.

Tak hanya sekadar janji, Elang menunjukkan selembar surat rekomendasi berkop resmi dan ditandatangani atas nama Drs. H. Adang Daradjatun, yang ditujukan kepada Ketua Komisi III DPR RI. Surat itulah yang dijadikan jaminan agar korban percaya untuk menyerahkan sejumlah uang.

Menurut pengakuan korban, Elang Elbahar dan M. Nasri Samad meminta uang sebesar Rp300 juta per orang sebagai “biaya rekomendasi” agar peserta bisa lulus proses seleksi SIP.
Kesepakatan awal: uang dibayar separuh di muka, dan sisanya dilunasi setelah kelulusan. Bila tidak lulus, uang dijanjikan akan dikembalikan penuh.

“Karena suratnya terlihat resmi dan ada tanda tangan Pak Adang, saya percaya. Saya kirim uang Rp250 juta ke rekening Suraya Alwi, istri M. Nasri Samad di Bank BCA nomor 5530593349, dan Rp70 juta ke rekening M. Nasri Samad,” jelas korban sambil menunjukkan bukti transfer.

Namun setelah hasil seleksi diumumkan, dua adik korban tidak lulus. Korban kemudian menagih janji pengembalian uang. Hingga kini, tak sepeser pun uang tersebut dikembalikan, dan kedua terduga pelaku sulit dihubungi.

Nama Anggota DPR RI Dicatut

Merasa dirugikan, korban berupaya memastikan keaslian surat rekomendasi yang digunakan pelaku. Ia kemudian mendatangi kediaman Drs. H. Adang Daradjatun di Jakarta. Namun dalam dua kali kunjungan, korban tidak sempat bertemu langsung.

Dalam pertemuan kedua, korban diterima oleh Kompol Ade, ajudan Drs. H. Adang Daradjatun. Dari penjelasan ajudan itu, diketahui bahwa Bapak Adang tidak pernah mengeluarkan surat rekomendasi apa pun terkait penerimaan SIP.

“Bapak tidak tahu-menahu soal surat itu, dan beliau tidak pernah menandatangani rekomendasi tersebut,” kata Kompol Ade kepada korban.

Mengetahui namanya dicatut, Drs. H. Adang Daradjatun dikabarkan menyurati Ketua Komisi III DPR RI untuk meminta klarifikasi resmi serta mengantisipasi pencatutan nama lembaga dan pribadi anggota DPR RI dalam kasus serupa.

Langkah itu dinilai penting untuk menjaga marwah lembaga legislatif dan melindungi masyarakat dari praktik penipuan yang memanfaatkan simbol atau nama pejabat negara.

Analisis dan Kerangka Hukum

Kasus seperti ini masuk dalam ranah pidana penipuan sebagaimana diatur dalam:

  • Pasal 378 KUHP, tentang perbuatan “menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan.”
    Ancaman pidana: penjara maksimal empat tahun.

Selain itu, bila terbukti ada pemalsuan dokumen negara, pelaku juga dapat dijerat:

  • Pasal 263 ayat (1) KUHP, tentang “membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak, perikatan, atau pembebasan utang.”
    Ancaman pidana: penjara maksimal enam tahun.

Dalam konteks lembaga negara, pencatutan nama pejabat dan penggunaan atribut DPR RI tanpa izin juga berpotensi melanggar Kode Etik ASN dan Keamanan Negara, sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Langkah Hukum Korban

Korban berencana menempuh jalur hukum dengan melaporkan kedua terduga pelaku, Elang Elbahar dan M. Nasri Samad, ke Polda Metro Jaya. Ia juga telah menyiapkan bukti berupa salinan surat rekomendasi, tangkapan percakapan, dan bukti transfer.

“Saya hanya ingin uang saya dikembalikan dan nama baik Pak Adang tidak disalahgunakan lagi,” tegas korban.

Penegasan Akhir

Kasus ini menunjukkan masih maraknya praktik modus penipuan berbasis institusional, yang memanfaatkan citra pejabat publik untuk meyakinkan korban.

Publik diimbau tidak percaya pada pihak mana pun yang menjanjikan bisa meluluskan proses seleksi TNI, Polri, atau instansi lain dengan imbalan uang.

Catatan Redaksi:
Hingga berita ini diturunkan, redaksi masih berupaya mengkonfirmasi langsung kepada pihak-pihak terkait, termasuk Elang Elbahar, M. Nasri Samad, serta Sekretariat Komisi III DPR RI, guna memperoleh tanggapan resmi.

TIM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *